Pada hari itu, malam masih terlihat gelap,
namun pesona keindahanya tidak pernah pudar kerena hiasan alami berupa cahaya
bulan dan bintang masih mengitarinya. Aku terbangun dengan mata seakan menahan
bebat yang begitu berat, dinginya angin menusuk tujuh lapis kulit dan suara
burung bersautan seolah memberi tanda bahwa kita diajak untuk segera
menghamparkan sajadah untuk bersujud pada Sang Maha Pencipta.Namun apa daya,
kerjaan yang begitu melelahkan disepanjang hari membuat bisikan setan seakan
menjadi pembenar bahwa orang lelah karena bekerja bolehlah tidak bangun malam
dan melanjutkan tidur karena aktivitas besok pagi sudah menanti.
Disela-sela mata yang masih susah untuk
dipenjamkan kembali setelah terjaga, terdengar
suara alarm terus berbunyi seperti puluhan peluru meriam yang dibidikkan
telingaku dan sesekali aku terdengar suara anakku yang terbangun karena meminta
dibuatkan susu kepada ibnya. Yah...pada akhirnya aku terbangun dan berusaha
mengalahkan ego dan nafsuku untuk menghias kembali mimpi-mimpi indahku di
tempat tidur. Seperti biasa aku dapati istriku yang sedang membuat kue donat
untuk pesanan beberapa pelanggan, yang Alhamdulillah sekarang ini sudah banyak
diminati dan katanya, kue buatan istriku empuk dan rasa kentangnya terasa
apalagi dtambah kreasi hiasan yang membuat tampilan semakin menarik. Pernah
beberapa waktu,ditengah malam, karena pesanan yang lumayan banyak, saya
dibangunkan untuk menggantikan sebentar memegang mixer adonan karena istriku
harus menggoreng adonan kue yang sudah mengembang. 15 menit berlalu, tangan
sudah mulai capek mata ngantuk aku memanggil “ bu,,,ibu,,belum selesai kah?”.
Kudapati istriku berlari dan menggantikan posisiku kembali.
Kuhamparkan sajadah disepertiga
malam untuk melaksanakan sholat dan munajat kepada Sang Pengabul Segala Doa.
Sudah menjadi komitmen pada diri saya bahwa setiap hari harus melaksanakan
sholat-sholat sunnah disepertiga malam, karena saya meyakini itulah yang
nantinya menjadi sebab dimudahkan segala urusan olehNYA. Adzan subuh
berkumandang memanggil untuk melaksanakan kewajiban sholat, selesai sholat,
seperti biasa rutinitas saya adalah melanjutkan dengan dzikir, tilawah, dan
membaca buku. Dengan aktivitas harian tersebut saya merasa tangski jasmani dan
rohani sudah terisi full dan bisa menjalankan aktivitas pagi dengan penuh
semangat dan keceriaan.
Suasana rumah mulai gaduh ketika
waktu sudah menunjukkan pukul 05.30, anak kecil bernama Muhammad Husni Al fatih
sudah terbangun dan melakukan aktivitas selakyaknya anak kecil, bongkar-bongkar
mainan sesekali menangis karena meminta perhatian dari ibunya. Layaknya kapal
pecah, secepat kilat seisi rumah sudah berantakan, lantai menjadi alas gambar
dan tembok sudah berwarna warni dengan coretan crayon. Bu,,,yah,,,bagus kan? Kata
anak saya seolah menunjukkan bahwa itu adalah hasil karya terbaiknya. “ Ya
Allah....kok bisa berantakan gini “, teriak istri saya. Ayo nanti dibereskan.
Kemarahan semakin memuncak ketika tau tembok yang baru dicat terdapat coretan
crayo,” Masya Allah, ini lagi,baru dicat sudah dicoret-coret”. Sesekali berlari
ke dapur untuk menyelesaikan masakanya karena harus menggoreng ikan dan
sesekali berlari ke kamar untuk meyetrika baju.
Sebagai seorang guru, saya menyadari
bahwa yang dilakukan anak saya adalah sebuah kreativitas maka kadang saya
mensikapi dengan santai walaupun kadang juga agak kesel. Waktu menunjukkan
pukul 06.00, saya masih dengan kativitas baca dan menulis di kamar.” Bu..apakah
sarapan sudah matang ?...apakah bajunya sudah disetrika...?”. “ Makanan sudah
siap ya,”.Sahut istriku. Barulah saya beranjak dari aktivitasku karena sarapan,
pakaian semua sudah tersedia. Di sela-sela aktivitas saya sedang makan, istriku
harus melanjutkan menyiapkan air panas untuk mandi Si Ali, anak pertama, karena kebiasaan dari kecil anak ini kalau
mandi pagi menggunakan air panas. “ Ayo nak airnya sudah siap,”. Teriak
istriku. Seperti biasa Si Ali ini agak lama kalau di suruh bangun, harus
dipijat-pijat dulu baru matanya bisa melek, kadang masih tertidur lagi di depan
kamar tidur. Begitulah aktivitas seharian di keluarga kami.
“ Nak sudah makan,”? belum yah sahut
Ali anak pertama. Saya melihat dapur isinya masih kosong. “ Yah Fatih mau BAB,”
pinta mas Ali agar saya mengantarkan adiknya ke kamar mandi. Setengah hari saya
merasakan bersama kedua-anak saya. Disitu saya baru bisa merasakan betapa
beratnya pekerjaan seorang ibu, dalam keseharian bersama mereka saya harus
menyiapkan segala kebutuhanya mulai dari memandikan, menyiapkan makanan,
meyiapkan susu, apalagi kalau sudah bertengkar dan menangis sangat kerepotan
untuk menenangkanya. Si Kecil kadang meminta sesuatu yang tidak mampu saya
terjemahkan. Ah...ternyata begitu berat tugas seorang ibu, selama ini saya
berfikir bahwa tugas ayahlah yang berat karena harus banting tulang mencari
nafkah. Dari kejadian itu, seolah Allah ingin menunjukkan bahwa tugas seorang
ibu sangatlah mulai dan berat maka tidaklah salah jika dalam Al-Quran
disebutkan “ janganlah pernah mengatakan “ah” kepada ibunmu,”. Bahkan di
Haditspun dijelaskan Ibulah yang pertama kali dihormati, sampai nabi mengatakan
tiga kali barulah seorang ayah.
Semenjak peristiwa itu, hamparan
sajadahku setiap malam, doa-doa yang kupanjatkan kepada Sang Pengatur Alam
tidak pernah lepas untuk menyebut nama IBU. Aku menyadari bahwa terjaganya
mataku dimalam hari dan pandangan mata melihat, itulah bidadari yang dikirimkan
oleh Allah untuk saya dan keluarga yaitu IBU yang tidak lain adalah istriku
sendiri. Rabbana Hab lana Min Azwajina Wa Dzurriyyatina Qur’rota A’yun Wajal’na
Lil Muttaqina Imama. ( Imam Syaroni).
#60HMB
#SalamLiterasi
1 Komentar
Awesome and so touching...
BalasHapus