GURU SANG PENYELAMAT BUMI


@cerpen
01 Maret 2020

Kulihat orang berbondong-bondong menuju pusat kota, ratusan kaki berlari bak gerombolan tawon yang menyerang, ada yg tergopoh-gopoh seperti dikejar tagihan, dan ada juga yang berjalan santai dengan satu tangan menggendong anak dan tangan lainya memegang istrinya bagai seorang peragawan yang berjalan luntai karena beban pakaian. Akupun terbawa mengikuti pusaran arus karena penasaran, ada apa gerangan?  Langkah kakiku gontai mengikuti angan, terus berjalan menuju keramaian sampai akhirnya terhenti pada sudut perkotaan.
"Ah, ternyata ada pertunjukan pagelaran budaya".
Namun aku terus bertanya, apakah hanya sekedar pagelaran budaya hingga mampu menjadi magnet ratusan orang untuk mendatanginya. Akupun memberanikan diri untuk bertanya pada seseorang yg sedang duduk di seberang dg ditemani kopi hangatnya, tampaknya dia juga menunggu acara ini.

"Permisi pak" sapaku.
Diam tanpa jawaban, mungkin karena sudah tua sehingga pendengaran kurang jelas.

"pemisi pak" ucapku lebih keras.

"eh,,iya,, ada apa? Jawab sang kakek. 

"mau tanya, ada acara apa ini kok rame2?"

"ada pertunjukan budaya nak" Jawab sang kakek sambil menyeruput kopi.

"apakah acaranya hanya itu?"Sahutku menguatkan

"nanti ada undian berhadiah dari Bupati" jawabny santai

"oh, gitu ya, terima kasih"

"sama-sama"

Langit semakin petang, angin semilir, dan hawa semakin dingin, seperti pertanda akan turun hujan, tetapi animo masayrakat semakin tinggi. Mesin cuci, kipas angin, sepeda gunung, setrika dikeluarkan dari dalam pendopo, namun pemandangam itu tidak menggugah hatiku, karena dari kecil sampai sekarang, hal2 yang berbau undian tidak pernah menjadi sebuah keberuntungan.

"Ah, pasti g dapat" ucapku lirih.

Sayup sayup terdengar bisik-bisik dari kerumunan warga, ada hadiah UMROH yang juga akan dibagikan. 

"Wah, kalau ini saya juga mau dapat" ucapku dg semangat

Pagelaran budaya masih berlangsung, hadrah, tari, teather perwakilan sekolah dasar dari beberapa sekolah ditampilkan, namun dari raut wajah yang terpampang, nampaknya bukan itu yang dinantikan.

Waktu sudah menunjukkan pukul 23.30 malam, namun acara pagelaran juga belum kelar, raut muka pengunjung semakin menampakkan kegundahan.

"kok tidak selesai2?" Bisik bisik kerumunan warga.

"acaranya lama"komentar saling bersahutan dg nada geregetan semakin tak terelakkan.

"itu dari sekolahku" teriak salah satu anak kepada bundanya.

Namun beberapa anak sangat menikmati pertunjukanya. Dari bawah tampak sang maestro pengatur acara naik ke atas panggung, tampaknya acara pembagian hadiah akan diumumkan. Dari dalam pendopo tampak pejabat keluar melambaikan tanganya seolah menunjukkakan keramahan dan kepedulian terhadap warganya. Sambutanpun diberikan dan dilanjutkan dengan pembagian hadiah.

"nomer 346" silahkan naik ke panggung. Pengundianpun dimulai, harap-harap cemaspun tampak di wajah pengunjung.

"hadiah utama nomeeer,,,,lima,,tiga,,,satu,,,"

"Alhamdulillah" seseorang dari belakang nampak syujud syukur. Wajahnya tak asing asing buat saya, ketika naik ke panggung ternyata dia teman saya sendiri. Syiful Buhro namanya, seorang guru olah raga yang hobinya bermain bola. 

Nomer undian suadh dibacakan satu persatu, seperti yang sudah aku duga, sampai hadiah terkecilpun namaku tidak pernah muncul dalam panggilan.

"ah sudahlah, memang takdir" ucapku menguatkan.

Kesempatanku dalam hal undian bisa dipastikan kurang keberuntungan Dari dulu, mulai dari jantung sehat, gerak jalan, ataupun arisan pasti sulit untuk mendapatkan kesempatan maju ke depan.

"terima kasih bapak, ibu guru "

"siswa butuh keikhlasan dan keteladanan seorang guru "

 "engkau penyelamat bumi dan pencetak generasi "

"pengorbananmu, perjuanganmu, dan dedikasimu akan selalu dinantikan"

Bupatipun mengucapkan terima kasih atas segala pengorbanan, perjuangan dan dedikasi para guru pengajar karena telah mencetak generasi dan mencerdaskan anak bangsa di kota ini. Guru pengajar desa  pelosok yang jauh dari perkotaan, dengan gaji pas-pasan hanya untuk kebutuhan makan, dan sekolah dengan beralaskan koran tetap mengajar demi membangun peradaban. Kata penutup Bapak Bupati sekaligus pertanda bahwa acara ini telah berakhir.

"oh, ternyata untuk yg mengabi toh"

"pantesan aku g dapat!"

Langkah kaki mengajak untuk menelusuri jalan menuju tempat peristairahatan, dengan angan kedepan bisa berjuang dan berkorban, bila beruntung dan Allah mengizinkan, semoga bisa mendapatkan kesempatan seperti orang2 yang sudah diberi kemurahan.


Kisah terinspirasi kegiatan FG YPIT 2020
Jatim Park Batu Malang.

Posting Komentar

0 Komentar